Berikut ini adalah prinsip umum
pembelajaran yang penulis rangkum dari beberapa pakar pembelajaran yang
meliputi: 1. Perhatian dan Motivasi Perhatian mempunyai peranan yang penting
dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap
bahwa tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap
pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan
kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang
dibbutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan perhatian dan juga motivasi untuk
mempelajarinya. Apabila dalam diri siswa tidak ada perhatian terhadap pelajaran
yang dipelajari, maka siswa tersebut perlu dibangkitkan perhatiannya. Dalam
proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang besar pengaruhnya, kalau
peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai apa yang dipelajari
peserta didik dapat menerima dan memilih stimuli yang relevan untuk diproses
lebih lanjut di antara sekian banyak stimuli yang datang dari luar. Perhatian
dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan diri pada tugas yang akan
diberikan; melihat masalah-masalah yang akan diberikan; memilih dan memberikan
focus pada masalah yang harus diselesaikan. Disamping perhatian, motivasi
mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang
menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi mempuanyi kaitan
yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi
tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan dmikian timbul motivasi
untuk mempelajarinya. Misalnya, siswa yang menyukai pelajaran matematika akan
merasa senang belajar matematika dan terdorong untuk belajar lebih giat,
karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap postif pada
diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Motivasi
dapat diartikan sebagai tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya
tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Adanya tidaknya motivasi dalam diri
peserta didik dapat diamati dari observasi tingkah lakunya. Apabila peserta
didik mempunyai motivasi, ia akan 1). bersungguh-sungguh menunjukkan minat,
mempunyai perhatian, dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam
kegiatan belajar; 2). berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk
melakukan kegiatan tersebut; 3). Terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut
terselesaikan. Motivasi dapat bersifat internal, yaitu motivasi yang berasal
dari dalam diri peserta didik dan juga eksternal baik dari guru, orang tua,
teman dan sebagainya. Berkenaan dengan prinsip motivasi ini ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran, yaitu:
memberikan dorongan, memberikan insentif dan juga motivasi berprestasi. 2.
Keaktifan Menurut pandangan psikologi anak adalah makhluk yang aktif. Anak
mempuanyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya
sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa
dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak
mengalami sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa
yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang
dari dirinya sendiri, guru hanya sebagai pembimbing dan pengarah. Menurut teori
kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yag aktif, jiwa mengolah informasi
yang kita terima, tidak sekedar menyimpan saja tanpa mengadakan tansformasi.
Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu
merencanakan sesuatu. Anak mampu mncari, menemukan dan menggunakan pengetahuan
yang telah diperolehnya. Thordike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar
dengan hukum "law of exercise"-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan
adanya latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat jika
sering dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap jika tidak pernah digunakan.
Artinya dalam kegiatan belajar diperlukan adannya latihan-latihan dan
pembiasaan agar apa yang dipelajari dapat diingat lebih lama. Semakin sering
berlatih maka akan semakin paham. Hal ini juga sebagaimana yang dikemukakan
oleh Mc. Keachie bahwa individu merupakan "manusia belajar yang aktif
selalu ingin tahu". Dalam proses belajar, siswa harus menampakkan
keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik yang mudah diamati maupun
kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca,
mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan dan sebaginya. Kegiatan
psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan
masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep dengan yang lain,
menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya. 3. Keterlibatan
Langsung/Pengalaman Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa, belajar
adalah mengalami dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam
penggolongan pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik
adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman
langsung siswa tidak sekedar mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat
langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai
contoh seseorang yag belajar membuat tempe yang paling baik apabila ia terlibat
secara langsung dalam pembuatan, bukan sekedar melihat bagaimana orang membuat
tempe, apalagi hanya sekedar mendengar cerita bagaimana cara pembuatan tempe.
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan
belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam konteks ini, siswa
belajar sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan,
pemahaman, pengalaman serta dapat mengembangkan keterampilan yang bermakna
untuk hidup di masyarakat. Hal ini juga sebagaimana yang di ungkapkan Jean
Jacques Rousseau bahwa anak memeliki potensi-potensi yang masih terpendam,
melalui belajar anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan
potensi-potensi tersebut. Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan sendiri untuk
mencari, mencoba, menemukan dan mngembangkan dirinya sendiri. Dengan demikia,
segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman
sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas yang
diciptakan sendiri. Pembelajaran itu akan lebih bermakna jika siswa "mengalami
sendiri apa yang dipelajarinya" bukan "mengetahui" dari
informasi yang disampaikan guru, sebagaimana yang dikemukakan Nurhadi bahwa
siswa akan belajar dngan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan
apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa
terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Dari berbagai pandangan para
ahli tersebut menunjukkan berapa urgennya keterlibatan siswa secara langsung
dalam proses pembelajaran. Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar
dikemukakan oleh John Dewey dengan "learning by doing"-nya. Belajar
sebaiknya dialami melalui perbutan langsung dan harus dilakukan oleh siswa
secara aktif. Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa para siswa dapat
memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif dan
proporsional, dibandingkan dengan bila mereka hanya melihat materi/konsep.
Modus Pengalaman belajar adalah sebagai berikut: kita belajar 10% dari apa yang
kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50%
dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakana, dan 90%
dari apa yang kita katakana dan lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa jika guru
mengajar dengan banyak ceramah, maka peserta didik akan mengingat hanya 20%
karena mereka hanya mendengarkan. Sebaliknya, jika guru meminta peserta didik
untuk melakukan sesuatu dan melaporkannya, maka mereka akan mengingat sebanyak
90%. Hal ini ada kaiatannya dengan pendapat yang dikemukakan oleh seorang
filsof China Confocius, bahwa: apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya
lihat, saya ingat; dan apa yang saya lakukan saya paham. Dari kata-kata bijak
ini kita dapat mengatahui betapa pentingnya keterlibatan langsung dalam
pembelajaran. 4. Pengulangan Prinsip belajar yang menekankan perlunya
pengulangan adalah teori psikologi daya. Menurut teori ini belajar adalah
melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamati,
menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan
mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang, seperti halnya
pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya yang dilatih dengan
pengadaan pengulangan-pengulangan akan sempurna. Dalam proses belajar, semakin
sering materi pelajaran diulangi maka semakin ingat dan melekat pelajaran itu
dalam diri seseorang. Mengulang besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan
adanya pengulangan "bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah
terlupakan" akan tetap tertanam dalam otak seseorang. Mengulang dapat
secara langsung sesudah membaca, tetapi juga bahkan lebih penting adalah
mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari misalnya dengan
membuat ringkasan. Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori
koneksionisme-nya Thordike. Dalam teori koneksionisme, ia mengemukakan bahwa
belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan pengulangan
terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon benar.
5. Tantangan Teori medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa
siswa dalam belajar berada dalam suatu medan. Dalam situasi belajar siswa
menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan
dalam mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan
itu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah
diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan dalam medan baru
dan tujuan baru, demikian seterusnya. Menurut teori ini belajar adalah berusaha
mengatasi hambatan-hamnatan untuk mencapai tujuan. Agar pada diri anak timbul
motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan pelajaran
harus menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa
bersemangat untuk mengatasinya. Bahan pelajaran yang baru yang banyak
mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk
mempelajarinya. Penggunaan metode eksperimen, inquiri, discovery juga
memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan
sungguh-sungguh. Penguatan positif dan negatif juga akan menantang siswa dan
menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukuman yang
tidak menyenangkan. 6. Balikan dan Penguatan Prinsip belajar yang berkaiatan
dengan balikan dan penguatan adalah teori belajar operant conditioning dari
B.F. Skinner.Kunci dari teori ini adalah law of effect-nya Thordike, hubungan
stimulus dan respon akan bertambah erat, jika diserta perasaan senang atau puas
dan sebaliknya bisa lenyap jika disertai perasaan tidak senang. Artinya jika
suatu perbuatan itu menimbulkan efek baik, maka perbuatan itu cenderung
diulangi. Sebaliknya jika perbuatan itu menimbulkan efek negatif, maka
cenderung untuk ditinggalkan atau tidak diulangi lagi. Siswa akan belajar lebih
semangat apabila mengetahui dan mendapat hasil yang baik. Apabila hasilnya baik
akan menjadi balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar
selanjutnya. Namun dorongan belajar itu tidak saja dari penguatan yang
menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenagkan, atau dengan kata lain adanya
penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar. Siswa yang belajar
sungguh-sungguh akan mendapat nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik
itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat
merupakan operan conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang
mendapat nilai yag jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas,
karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar yang lebih giat.
Disini nilai jelek dan takut tidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk
belajar lebih giat, inilah yang disebut penguatan negatif. 7. Perbedaan
Individual Siswa merupakan makhluk individu yang unik yang mana masing-masing
mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaab intelegensi, minat bakat, hobi,
tingkah laku maupun sikap, mereka berbeda pula dalam hal latar belakang
kebudayaan, sosial, ekonomi dan keadaan orang tuanya. Guru harus memahami
perbedaan siswa secara individu, agar dapat melayani pendidikan yang sesuai
dengan perbedaannya itu. Siswa akan berkembang sesuai dengan kemampuannya
masing-masing. Setiap siswa juga memilki tempo perkembangan sendiri-sendiri,
maka guru dapat memberi pelajaran sesuai dengan temponya masing-masing.
Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa.
Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya
pembelajaran. Sistem pendidikan kalsikal yang dilakuakan di sekolah kita kurang
memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di
kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata,
kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar