Matematika dikenal sebagai ilmu
deduktif. Ini berarti proses pengerjaaan matematika harus bersifat deduktif.
Matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan (induktif),
tetapi harus berdasarkan pembuktian deduktif. Meskipun dedmikian untuk membantu
pemikiran, pada tahap permulaan seringkali kita memerlukan bantuan
contoh-contoh khusus atau ilustrasi geometris.
Perlu pula diketahui bahwa baik
isi maupun metode mencari kebenaran dalam matematika berbeda dengan ilmu
pengetahuan alam, apalagi dengan ilmu pengetahuan umumnya. Metode mencari
kebenaran yang dipakai oleh matematika adalah ilmu deduktif, sedangkan oleh
ilmu pengetahuan alam adalah induktif/eksperimen. Namun dalam matematika,
mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan cara induktif, tetapi selanjutnya
generalisasi yang benar untuk sebuah keadaan harus bisa dibuktikan secara
deduktif. Dalam matematika, suatu generalisasi, sifat, teori atau dalil itu
belum dapat diterima kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif.
Matematika mempunyai bahasa dan
aturan yang terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematik, dan
struktur yang sangat kuat. Dengan berbagai keunggulan ini, matematika digunakan
sebagai suatu cara pendekatan dalam mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi,
dan dalam menyelesaikan masalah yang rumit. Matematika juga merupakan suatu
alat bantu yang digunakan oleh para pakar dalam berbagai bidang disiplin ilmu.
Dengan matematika, suatu masalah nyata dapat dilihat dalam suatu model yang
strukturnya jelas, tepat, dan bentuknya kompak (singkat dan padat).
Unsur utama dalam pekerjaan
matematika adalah penalaran deduktif, yang bekerja dengan berbagai asumsi,
tidak dengan pengamatan. Selain itu, matematika juga bekerja berdasarkan fakta
dan fenomena yang muncul untuk sampai pada suatu perkiraan tertentu, yang
dikenal sebagai penalaran induktif. Tetapi perkiraan yang diperoleh tidak dapat
diterima begitu saja, harus diyakinkan kebenarannya atau dibuktikan secara
deduktif dengan argument yang konsisten dan meyakinkan. Pekerjaan dalam
matematika memerlukan kedua penalaran ini, baik induktif maupun deduktif.
Pembuktian melalui deduksi
adalah sebuah jalan pemikiran yang menggunakan argumen-argumen deduktif untuk
beralih dari premis-premis yang ada, yang dianggap benar, kepada
kesimpulan-kesimpulan, yang mestinya benar apabila premis-premisnya benar.
Pembuktian yang menggunakan penalaran deduktif biasanya menggunakan kalimat
implikatif yang berupa pernyataan jika …, maka …. Kemudian, dikembangkan dengan
menggunakan pola pikir yang disebut silogisme, yaitu sebuah argumen yang
terdiri atas tiga bagian. Di dalamnya terdapat dua pernyataan yang benar
(premis) yang menjadi dasar dari argument itu, dan sebuah kesimpulan (konklusi)
dari argument tersebut. Di dalam logika, sebagai cabang (inti) matematika yang
banyak membahas tentang silogisme terdapat beberapa aturan yang menyatakan
apakah silogisme itu valid (sahih) atau tidak.
Contoh klasik dari penalaran
deduktif, yang diberikan oleh Aristoteles, ialah
-Semua manusia fana (pasti akan mati). (premis mayor)
-Sokrates adalah manusia. (premis minor)
-Semua manusia fana (pasti akan mati). (premis mayor)
-Sokrates adalah manusia. (premis minor)
-Sokrates pasti (akan) mati. (kesimpulan)
Untuk pembahasan deduktif
secara terinci seperti yang dipahami dalam filsafat, lihat Logika. Untuk
pembahasan teknis tentang deduksi seperti yang dipahami dalam matematika, lihat
logika matematika.
Penalaran deduktif seringkali
dikontraskan dengan penalaran induktif, yang menggunakan sejumlah besar contoh
partikulir lalu mengambil kesimpulan umum.
Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.). Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi. Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.
Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.). Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi. Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.
Alternatif dari penalaran
deduktif adalah penalaran induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat
disimpulkan dari dinamika deduktif tengan progresi secara logis dari
bukti-bukti umum kepada kebenaran atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan
induksi, dinamika logisnya justru sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan
pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran
atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum.
Penalaran deduktif
memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang
spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang
mungkin berupa banyak potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu
kesimpulan umu. Dengan memikirakan fenomena bagaimana apel jatuh dan bagaimana
planet-planet bergerak, Isaac Newton menyimpulkan teori daya tarik. Pada abad
ke-19, Adams dan LeVerrier menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk
mendeduksikan keberadaan, massa, posisi, dan orbit Neptunus
(kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang gangguan (perturbasi) dalam orbit Uranus
yang diamati (data spesifik).
Pembuktian induktif, terkadang
disebut logika induktif, adalah proses pembuktian dimana suatu argumen diduga
mendukung kesimpulan tapi tidak bersinambungan dengannya; contoh: mereka tidak
menjamin kebenaran itu. Induksi adalah bentuk pembuktian yang membuat
generalisasi berdasarkan pendapat sesorang. Digunakan untuk menjelaskan
properti atau relasi tipe berdasarkan sebuah observasi (contohnya, pada jumlah
observasi atau pengalaman); atau untuk membuat hukum berdasarkan observasi
terbatas dalam mempelajari alur fenomena. induksi ditetapkan, contohnya, dalam
menggunakan preposisi spesifik seperti:
Es ini dingin. (atau: Semua es
yang pernah kusentuh dingin.)
Bola biliar bergerak ketika didorong tongkat. (atau: Dari seratus bola biliar yang didorong tongkat, semuanya bergerak.) …untuk membedakan preposisi umum seperti:
Semua es dingin.
Bola biliar bergerak ketika didorong tongkat. (atau: Dari seratus bola biliar yang didorong tongkat, semuanya bergerak.) …untuk membedakan preposisi umum seperti:
Semua es dingin.
Semua bola biliar bergerak ketika didorong tongkat.
Contoh lainnya adalah:
3+5=8 dan delapan adalah angka genap. Sebuah angka ganjil
yang ditambahkan dengan angka ganjil lain akan menghasilkan angka genap.
Perlu diingat bahwa induksi matematika bukanlah bentuk pembuktian induktif. Induksi matematika adalah bentuk dari pembuktian deduktif.
Perlu diingat bahwa induksi matematika bukanlah bentuk pembuktian induktif. Induksi matematika adalah bentuk dari pembuktian deduktif.
Kelebihan dan Kekurangan
Pembuktian Induktif dan Deduktif
Pada proses induksi atau penalaran induktif akan didapatkan suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general) yang melebihi kasus- kasus khususnya (knowledge expanding), dan inilah yang diidentifikasi sebagai suatu kelebihan dari induksi jika dibandingkan dengan deduksi. Hal ini pulalah yang menjadi kelemahan deduksi. Pada penalaran deduktif, kesimpulannya tidak pernah melebihi premisnya. Inilah yang dianggap menjadi kekurangan pembuktian deduksi.
Pada proses induksi atau penalaran induktif akan didapatkan suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general) yang melebihi kasus- kasus khususnya (knowledge expanding), dan inilah yang diidentifikasi sebagai suatu kelebihan dari induksi jika dibandingkan dengan deduksi. Hal ini pulalah yang menjadi kelemahan deduksi. Pada penalaran deduktif, kesimpulannya tidak pernah melebihi premisnya. Inilah yang dianggap menjadi kekurangan pembuktian deduksi.
Terima kasih telah posting.
BalasHapusPenjelasannya cukup membuat saya paham perbedaan penalaran induktif dan deduktif.
Keren mas, sangat membantu.
BalasHapusMainkan Sabung Ayam S128 dan SV388 Dengan Kualitas Terbaik bersama Winning303..
BalasHapusKemenangan 100% di Pasti di Bayar!!
Bonus New Member Slot 15%
Bonus New Member Poker 10%
Bonus New Member Sabung Ayam 10%
Bonus New Member Sportsbook & Live Casino 20%
Bonus Deposit 10% Setiap Hari
Bonus Deposit 10% Slot Setiap Hari
Bonus Deposit Sabung Ayam 5%
Bonus Cashback 5-10%
Bonus 100% 7x Kemenangan Beruntun Sabung Ayam
Diskon Togel Hingga 65%
Bonus Rollingan Slot 1%
Bonus Rollingan Poker dan Live Casino 0.5%
Hubungi Segera:
WA: 087785425244
Cs 24 Jam Online