A. HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
INDONESIA
(WNI)
Menurut Prof. Dr.
Notonagoro:
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu
yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak
tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya
dapat dituntut secara paksa olehnya Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu
yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak
tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat
dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan. Sedangkan warga
negara adalah warga suatu Negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. (Penjelasan UUD 1945 Psl 26)
Hak dan
kewajiban dalam UUD 1945 Bab X psl 26, 27,
28, & 30 ttg warga Negara adalah :
•
Pasal
26 ayat 1 yang menjadi warga Negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli
dan orang-orang bangsa lain yang disahkan
dengan undang-undang sebagai
warga Negara pada ayat 2, syarat –syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dgn undang-undang.
•
Pasal
27 ayat 1 bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukan nya didalam hukum dan
pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya. Pada ayat 2 disebutkan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
•
Pasal
28 disebutkan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dgn lisan dan sebagainya ditetapkan dgn undang-undang.
•
Pasal
30 ayat 1 bahwa hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan
negara dan ayat 2 mengatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan UU.
B. OTONOMI DAERAH
a)
Pengertian
Otonomi daerah dapat
diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud
dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat.
b) Otonomi Daerah di
Indonesia
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan
dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia ,
yaitu:
- Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
- Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan
desentralisasi di Indonesia
berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan
sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk
mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut.
Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II
(Dati II)dengan beberapa dasar pertimbangan
- Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga resiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
- Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
- Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
- Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
- Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
- Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
C.
DEMOKRASI
a) Pengertian
Demokrasi adalah sebuah pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.[1]
Begitulah pemahaman yang paling sederhana tentang demokrasi, yang diketahui
oleh hampir semua orang. Demokrasi juga adalah adalah bentuk pemerintahan
politik dimana kekuasaan pemerintahan berasal dari rakyat, baik secara langsung
(demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Istilah
ini berasal dari bahasa Yunani (dēmokratía) "kekuasaan
rakyat",yang dibentuk dari kata (dêmos) "rakyat" dan (Kratos)
"kekuasaan", merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan
abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno,
khususnya Athena,
menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.
b) Asas Pokok Demokrasi
Gagasan
pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia, yaitu pada
dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungan sosial.[13]
Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat 2 (dua) asas pokok demokrasi,
yaitu:[13]
- Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jurdil; dan
- Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.
c) Ciri –Ciri Pemerintahan yang Demokrasi
Istilah demokrasi diperkenalkan kali
pertama oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu suatu
pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan banyak orang
(rakyat). Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai
oleh hampir seluruh negara
di dunia.
Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut.
1.Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan
keputusan politik,
baik langsung maupun tidak langsung
(perwakilan).
2.Adanya persamaan hak bagi seluruh
warga negara dalam segala bidang.
3.Adanya kebebasan dan kemerdekaan
bagi seluruh warga negara.
4.Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di
lembaga perwakilan rakyat.
D. HUBUNGAN
DEMOKRASI DAN OTONOMI
Otonomi daerah sudah menggelinding berbarengan dengan
reformasi. Ia merupakan terobosan untuk memperkuat Indonesia sebagai sebuah negara
bangsa dengan mengakomodasi keragaman daerah. Akomodasi ini bukan untuk
memperlemah, tapi sebaliknya, untuk memperkuat Indonesia . Dalam konteks itu
otonomi daerah adalah sistem untuk membuat hubungan kongruen antara pusat dan
daerah. Sejauhmana kongruensi ini telah terbangun?
Dilihat dari sikap dan perilaku politik warga, otonomi
daerah yang sudah berjalan sampai hari ini belum mampu menjembatani kedaerahan
dan keindonesiaan. Hubungan antara kedaerahan dan keindonesiaan masih negatif,
dan yang punya sentimen kedaerahan dibanding keindonesiaan masih banyak. Selain
itu, otonomi daerah belum mampu menyerap keragaman dalam keindonesiaan. Sumber
utama dari belum mampunya otonomi daerah menjembatani kedaerahan dan
keindonesiaan, belum mampunya menciptakan sistem politik yang kongruen antara
pusat dan daerah, adalah kinerja otonomi daerah itu sendiri yang dinilai publik
belum banyak menciptakan keadaan lebih baik dibanding sistem pemerintahan yang
terpusat sebelumnya.
Akar dari belum berkinerja baiknya otonomi daerah
terkait dengan evaluasi publik atas kinerja pemerintah daerah. Evaluasi positif
publik atas kinerja otonomi daerah tergantung pada apakah kinerja pemerintah
akan semakin baik, atau sebaliknya. Bila tidak, maka sikap negatif publik pada
otonomi daerah akan menjadi semkin kuat, dan pada gilirannya akan semakin
menjauhkan daerah dengan pusat, kedaerahan dan keindonesiaan.Namun demikian, tidak
terkaitnya secara berarti antara otonomi daerah dan keindonesiaan masih
tertolong berkat demokrasi. Demokrasilah yang menggerus kedaerahan, bukan
otonomi daerah. Untungnya, demokrasi pula yang berhubungan secara sistemik
dengan otonomi daerah.
Demokrasi menjadi titik temu antara otonomi daerah dan
keindonesiaan, dan karena itu penguatan demokrasi menjadi prasarat bagi
terbentuknya hubungan yang kongruen antara keindonesiaan dan kedaerahan, antara
otonomi daerah dan NKRI. Bila demokrasi melemah, terutama dilihat dari
kinerjanya, maka otonomi daerah bukan memperkuat NKRI melainkan memperlemahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar