BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Guru merupakan tenaga profesional yang sangat besar pengaruhnya
terhadap keberhasilan
pembelajaran di sekolah. Guru
sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik secara optimal. Guru malaksanakan dua kegiatan pokok
yaitu kegiatan mengajar dan kegiatan mengelola kelas. Kedua
kegiatan tersebut seharusnya dilaksanakan secara professional supaya tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Di kelaslah
segala aspek pendidikan pengajaran bertemu dan berproses. Guru dengan segala
kemampuannya, siswa dengan segala latar belakang dan sifat-sifat individualnya.
Kurikulum dengan segala komponennya, dan materi serta sumber pelajaran dengan
segala pokok bahasanya bertemu dan berpadu dan berinteraksi di kelas. Bahkan hasil
dari pendidikan dan pengajaran sangat ditentukan oleh apa yang terjadi di
kelas. Oleh sebab itu sudah selayaknyalah kelas dikelola dengan bagi,
professional, dan harus terus-menerus.
Mengelola kelas dalam proses pemecahan
masalah bukan terletak pada banyaknya macam kepemimpinan dan kontrol, tetapi
terletak pada ketrampilan memberikan fasilitas yang berbeda-beda untuk setiap
peserta didik. Pemecahan masalah merupakan proses penyelesaian yang beragam,
ini tergantung pada sumber permasalahan.
Guru harus memiliki, memahami dan
terampil dalam menggunakan macam-macam pendekatan dalam manajemen kelas,
meskipun tidak semua pendekatan yang dipahami dan dimilikinya dipergunakan
bersamaan atau sekailgus. Dalam hal ini , guru dituntut untuk terampil memilih
atau bahkan memadukan pendekatan yang menyakinkan untuk menangani kasus
manajemen kelas yang tepat dengan masalah yang dihadapi.
Pendekatan
eklektik sangat berperan dalam pengelolaan pembelajaran IPA. Sudah kita ketahui bersama bahwa pembelajaran
ipa selalu identik dengan dimensi proses, produk, dan sikap yang semuanya itu
langsung berhubungan dengan dunia nyata. Dalam mengelola pembelajaran yang
seperti itu dibutuhkan perpaduan aspek-aspek terbaik pendekatan-pendekatan
manajemen kelas yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud dengan pendekatan manajemen kelas ?
2.
Apakah
peran pendekatan manajemen kelas dalam menyelesaikan masalah-masalah
pembelajaran ?
3.
Apakah peran pendektan eklektik dalam mengelola pembelajaran IPA ?
C. Tujuan
Dari pemaparan diatas yang menjadi tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1.
Untuk
mengetahui pengertian,manfaat dan macam-macam pendekatan manajemen kelas.
2.
Untuk
mengetahui peran pendekatan manajemen kelas dalam menyelesaikan masalah-masalah
pembelajaran.
3.
Untuk
mengetahui peran pendekatan eklektik dalam mengelola pembelajaran IPA.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendekatan Manajemen Kelas
Guru merupakan tenaga profesional
sehingga guru tidak disamakan dengan seorang tukang. Seorang tukang cukup
mengikuti petunjuk yang terdapat dalam buku petunjuk. Sementara seorang guru
peranannya sebagai pengelola aktivitas yang harus bekerja berdasar pada
kerangka acuan pendekatan
manajemen kelas.
Mengelola kelas dalam proses pemecahan
masalah bukan terletak pada banyaknya macam kepemimpinan dan kontrol, tetapi
terletak pada ketrampilan memberikan fasilitas yang berbeda-beda untuk setiap
peserta didik. Pemecahan masalah merupakan proses penyelesaian yang beragam,
ini tergantung pada sumber permasalahan.
Pengelolaan kelas bukanlah masalah yang
berdiri sendiri, tetapi terkait dengan berbagai faktor. Permasalahan anak didik
adalah faktor utama yang dilakukan guru tidak lain adalah untuk meningkatkan
kegairahan siswa baik secara berkelompok maupun secara individual. Keharmonisan
hubungan guru dan anak didik, tingginya kerjasama diantara siswa tersimpul
dalam bentuk interaksi. Lahirnya interaksi yang optimal bergantung dari
pendekatan yang guru lakukan dalam rangka pengelolaan kelas.(Djamarah 2006:179)
Guru harus memiliki, memahami dan
terampil dalam menggunakan macam-macam pendekatan dalam manajemen kelas,
meskipun tidak semua pendekatan yang dipahami dan dimilikinya dipergunakan
bersamaan atau sekailgus. Dalam hal ini , guru dituntut untuk terampil memilih
atau bahkan memadukan pendekatan yang menyakinkan untuk menangani kasus
manajemen kelas yang tepat dengan masalah yang dihadapi. Berikut ini akan
diuraikan secara singkat macam-macam pendekatan :
a. Pendekatan Otoriter
Pengelolaan
kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik.
Peranan guru disini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin
dalam kelas. Kedisiplinan adalah kekuatan yang menuntut kepada anak didik untuk
mentaatinya. Di dalamnya ada kekuasaan dan norma yang mengikat untuk ditaati
anggota kelas. Melalui kekuasaan dalam bentuk norma guru diharapkan dapat menciptakan kondisi kelas yang
diinginkan.
b. Pendekatan Intimidasi
Dari pendekatan ancaman atau intimidasi
ini, pengelolaan kelas adalah juga sebagai suatu proses untuk mengontrol
tingkah laku anak didik. Tetapi dalam mengontrol tingkah laku anak didik
dilakukan dengan cara memberi ancaman, misalnya melarang, ejekan, sindiran, dan
memaksa.
c. Pendekatan Permisif
Pengelolaan diartikan secara suatu
proses untuk membantu anak didik agar merasa bebas untuk mengerjakan sesuatu
kapan saja dan dimana saja. Peranan guru adalah mengusahakan semaksimal mungkin
kebebasan anak didik.
d. Pendekatan Buku Masak
Pendekatan buku masak ini dilakukan
dengan memberi satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang
tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah atau situasi yang
terjadi di kelas. Dalam daftar itu digambarkan tahap demi tahap apa yang harus
dikerjakan oleh guru. Peranan guru hanyalah mengikuti petunjuk seperti yang
tertulis dalam resep.
e. Pendekatan Pengajaran
Pendekatan ini didasarkan atas suatu
anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah munculnya
masalah tingkah laku anak didik, dan memecahkan masalah yang tidak bisa dicegah. Pendekatan ini
menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk mencegah dan menghentikan
tingkah laku anak didik yang kurang baik. Peranan guru adalah merencanakan dan
mengimplementasikan pelajaran yang baik.
f. Pendekatan Perubahan Tingkah Laku
Sesuai dengan namanya, pengelolaan kelas
diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah tingkah laku anak didik. Peranan
guru adalah mengembangkan tingkah laku anak didik yang baik, dan mencegah
tingkah laku yang kurang baik. Pendekatan berdasarkan perubahan tingkah laku
(behavior modification approach) ini bertolak dari sudut pandangan psikologi
behavioral.
Program atau kegiatan yang yang
mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang kurang baik, harus diusahakan
menghindarinya sebagai penguatan negatif yang pada suatu saat akan hilang dari
tingkah laku siswa atau guru yang menjadi anggota kelasnya. Untuk itu, menurut
pendekatan tingkah laku yang baik atau positif harus dirangsang dengan
memberikan pujian atau hadiah yang menimbulkan perasaan senang atau puas.
Sebaliknya, tingkah laku yang kurang baik dalam melaksanakan program kelas
diberi sanksi atau hukuman yang akan menimbulkan perasaan tidak puas dan pada
gilirannya tingkah laku tersebut akan dihindari.
g. Pendekatan Sosio-Emosional
Pendekatan sosio-emosional akan tercapai
secarta maksimal apabila hubungan antar pribadi yang baik berkembang di dalam
kelas. Hubungan tersebut meliputi hubungan antara guru dan siswa serta hubungan
antar siswa. Didalam hal ini guru merupakan kunci pengembangan hubungan
tersebut. Oleh karena itu seharusnya guru mengembangkan iklim kelas yang baik
melalui pemeliharaan hubungan antar pribadi di kelas. Untuk terrciptanya
hubungan guru dengan siswa yang positif, sikap mengerti dan sikap ngayomi atau
sikap melindungi.
h. Pendekatan Kerja Kelompok
Dalam
pendekatan in, peran guru adalah mendorong perkembangan dan kerja sama
kelompok. Pengelolaan kelas dengan proses kelompok memerlukan kemampuan guru
untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan kelompok menjadi kelompok
yang produktif, dan selain itu guru harus pula dapat menjaga kondisi itu agar
tetap baik. Untuk menjaga kondisi kelas tersebut guru harus dapat
mempertahankan semangat yang tinggi, mengatasi konflik, dan mengurangi
masalah-masalah pengelolaan.
B.Peran Pendekatan dalam Menyelesaikan Masalah Manajemen Kelas
Pengelolaan
kelas adalah suatu usaha yang dilakukan
oleh penanggung jawab kegiatan pembelajaran dengan maksud agar tercapai kondisi optimal sehingga dapat
terlaksana kegiatan belajar sebagaimana yang
diharapkan. Atau pengelolaan kelas adalah suatu keterampilan untuk
bertindak dari seorang guru berdasarkan
atas sifat-sifat kelas dengan tujuan menciptakan situasi pembelajaran ke arah yang lebih baik.
Definisi
pengelolaan kelas yang dikemukakan berdasarkan atas pandangan
"Pluralistik' menganggap
pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan
mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan, mengembangkan hubungan
interpersonal dan iklim sosioemosional yang positif serta mengembangkan dan mempertahankan
organisasi kelas yang efektif dan produktif.
Dalam
kegiatan sehari-hari seorang guru akan menghadapi kasus-kasus dalam kelasnya. Misalnya dalam hal pengaturan siswa, yang
dapat dikelompokan menjadi dua masalah, yaitu masalah individu/perorangan dan masalah
kelompok. Agar dalam melaksanakan pengelolaan
kelas secara efektif dan tepat guna, maka guru harus rnengidentifikasikan kedua masalah tersebut, tetapi tak kalah
pentingnya dari kedua masalah tersebut adalah masalah organisasi sekolah.
Kegiatan
rutin yang secara organisasional dilakukan baik di tingkat kelas maupun pada
tingkat sekolah akan dapat mencegah masalah pengelolaan kelas. Pengaruh
organisasi sekolah dipandang cukup
menentukan dalam pengarahan perilaku siswa. Pengaturan atau pengorganisasian kelas hendaknya sering
diadakan perubahan. Hal ini untuk mencegah kejenuhan bagi siswa-siswa selama mengikuti
kegiatan belajar, selain itu juga hendaknya disesuaikan dengan bahan pengajaran
yang diberikan.
Tindakan
pengelolaan kelas seorang guru akan efektif apabila ia dapat mengidentifikasi dengan tepat hakikat masalah yang sedang
dihadapi, dan dapat memilih strategi penanggulangannya
dengan tepat pula. Adapun kasus-kasus yang dijumpai guru dalam pengelolaan
kelas antara lain, seperti:
·
Tingkat penguasaan materi oleh siswa
di dalam kelas.
Misalnya,
materi yang diberikan kepada siswa terlalu tinggi atau sulit sehingga
tidak bisa diikuti oleh siswa, maka di
sini diperlukan penyesuaian agar siswa dapat
mengikuti kegiatan belajar dengan baik. Apabila tidak diadakan
penyesuaian, siswa- siswa tidak akan serius dan selalu menimbulkan kegaduhan.
·
Fasilitas yang diperlukan,
Misalnya, alat,
media, bahan, tempat, biaya, dan lain-lain, akan memungkinkan siswa belajar dengan baik
·
Kondisi siswa
Misalnya,
siswa yang kelihatan sudah lesu dan tidak bergairah dalam menerima peiajaran, hal ini dapat mempengaruhi situasi
kelas.
·
Teknik mengajar guru
Misalnya,
dalam memberikan pengajaran kurang menggairahkan suasana kelas dan menjemukan.
Dalam
kegiatan pembelajaran guru akan menemui masalah-masalah dalam pengelolaan kelas
yang semuanya dapat diselesaikan dengan menggunakan pendekatan yang tepat. Masalah pergelolaan kelas dapat di
kelompokkan menjadi dua kategori yaitu masalah individual dan masalah kelompok.
a.
Masalah Individu/Perorangan
Rudolf
Dreikurs dan Pearl Cassell (Noorhadi,1985:5), mengemukakan bahwa semua tingkah laku
individual merupakan upaya pencapaian tujuan pemenuhan kebutuhan untuk diterima
kelompok dan kebutuhan untuk mencapai
harga diri.
Akibat tidak
terpenuhinya kebutuhan, akan mengakibatkan
·
Tingkah-Iaku yang ingin mendapatkan
perhatian orang lain (attention getting behavior), misalnya membadut di dalam
kelas (aktif), atau dengan berbuat serba lamban sehingga perlu mendapat pertolongan
ekstra (pasif).
·
Tingkah-Iaku yang ingin merujukan
kekuatan (power seeking behaviours), misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali
emosional, seperti marah marah, menangis atau selalu "Iupa" pada aturan
penting di kelas (pasif).
·
Tingkah-Iaku yang bertujuan
menyakiti orang lain (revenge seeking behaviors), misalnya menyakiti orang lain
seperti mengata-ngatai, memukul, menggigit dan sebagainya (kelompok ini
nampaknya kebanyakan dalam bentuk aktif atau pasif).
·
Peragaan ketidakmampuan (displaying
indequacy) yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk mencoba melakukan
apapun karena yakin bahwa hanya kegagalanlah
yang menjadi bagiannya.
Sudah
disebutkan di atas bahwa masalah timbul karena individu tidak dapat memenuhi
kebutuhannya. Masalah individu sangat beragam dan berbeda pada setiap individu.
Tidak terpenuhinya kebutuhan akan mengakibatkan perubahan perilaku kea rah yang
tidak baik. Tingkah laku yang tidak baik juga dapat dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor dari dalam individu dan faktor lingkungan. Dalam hal ini penerapan
pendekatan manajemen kelas akan dapat membantu menyelesaikan masalah – masalah
tersebut di atas.
Pendekatan
yang dirasa paling sesuai adalah pendekatan perubahan tingkah laku.
Inti dari
pendekatan perubahan tingkah laku adalah adalah penggunaan peguatan. Siswa yang
mempunyai tingkah laku yang kurang baik akan mendapatkan penguatan negatif
berupa sanksi
atau hukuman yang akan menimbulkan perasaan tidak puas dan pada gilirannya
tingkah laku tersebut akan dihindari. Sedangkan siswa yang berperilaku baik akan mendapat penguatan positif
berupa pujian dan hadiah yang akan menimbulkan perasaan senang dan puas.
b.
Masalah Kelompok
Masalah
kelompok dapat diselesaikan dengan pendekatan kerja kelompok. Masalah ini
merupakan yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas. Masalah kelompok akan muncul apabila tidak
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan kelompok, kelas frustasi atau lemas dan akhirnya siswa menjadi
anggota kelompok bersifat pasif, acuh, tidak puas dan belajarnya terganggu. Apabila
kebutuhan kelompok ini terpenuhi, anggotanya akan aktif, puas, bergairah dan belajar dengan
baik. Dibutuhkan peran aktif guru untuk dapat mempertahankan semangat yang tinggi,
mengatasi konflik, dan mengurangi masalah-masalah pengelolaan.
D. Peran Pendektan Eklektik dalam Mengelola
Pembelajaran IPA
Wilford
A. Weber menyatakan bahwa pendekatan dengan cara menggabungkan semua aspek
terbaik dari berbagai pendekatan manajemen kelas untuk menciptakan suatu
kebulatan atau keseluruhan yang bermakna, yang secara filosofis, teoritis, dan
/ psikologis dinilai benar, yang bagi guru merupakan sumber pemilihan. Perilaku
pengelolaan tertentu yang sesuai dengan situasi disebut pendekatan eklektik.
Dalam arti, tidak ada salah satu
pendekatan yang cocok untuk semua masalah dan semua kondisi. Setiap pendekatan
mempunyai tujuan dan wawasan tertentu. Dengan demikan, guru dituntut untuk
memahami berbagai pendekatan. Dengan dikuasainya berbagai pendekatan, maka guru
mempunyai banyak peluang untuk menggunakannya bahkan dapat memadukannya.
Pendekatan Elektik disebut juga dengan Pendekatan Pluralistik, yaitu Manajemen
Kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam pendekatan yang memiliki potensi
untuk dapat menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi yang memungkinkan
Proses Belajar Mengajar berjalan efektif dan efisien.
Dimana guru dapat memilih dan
menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut, sesuai dengan kemampuan dan
selama maksud dari penggunaannya untuk menciptakan Proses Belajar Mengajar
berjalan secara efektif dan efisien.
1.
Hal yang perlu dikuasai oleh seorang
guru dalam menerapkan pendekatan eklektik yaitu:
Menguasai pendekatan manajemen kelas yang potensial, seperti pendekatan
pengubahan perilaku, penciptaan iklim sosio – emosional, dan proses kelompok.
2.
Dapat memilih pendekatan yang tepat dan
melaksanakan prosedur yang sesuai baik dalam masalah manajemen kelas.
Pembelajaran IPA pada jenjang
pendidikan dasar dan
dengan menggunakan pendekatan serta model apa pun harus benar-benar efektif.
Dalam buku Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif (Depdiknas, 2003:5-6))
pembelajaran yang efektif secara umum diartikan sebagai Kegiatan Belajar
Mengajar yang memberdayakan potensi siswa (peserta didik) serta mengacu pada
pencapaian kompetensi individual masing-masing peserta didik. Ada baiknya jika
guru yang akan merancang pembelajaran IPA di SD memperhatikan tujuh ciri utama
pembelajaran efektif yang memberdayakan potensi siswa sebagaimana diuraikan
pada buku tersebut (Depdiknas, 2003:7-11). Ketujuh ciri itu adalah:
1. Berpijak pada prinsip konstruktivisme. Pembelajaran beranjak dari
paradigma guru yang memandang bahwa belajar bukanlah proses siswa menyerap pengetahuan
yang sudah jadi bentukan guru, melainkan sebagai proses siswa membangun
makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau pengalaman. Proses tersebut dapat
dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain.
2. Berpusat pada siswa. Siswa memiliki perbedaan satu sama lain. Siswa berbeda
dalam minat, kemampuan, kesenangan, pengalaman, dan cara belajar. Siswa
tertentu lebih mudah belajar dengan dengar-baca, siswa lain lebih mudah dengan
melihat (visual), atau dengan cara kinestetika (gerak).
Oleh karena itu kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran,
waktu belajar, alat belajar, dan cara penilaian perlu beragam sesuai
karakteristik siswa. Pembelajaran perlu menempatkan siswa sebagai subyek
belajar. Artinya pembelajaran memperhatikan bakat, minat, kemampuan, cara dan
strategi belajar, motivasi belajar, dan latar belakang sosial siswa.
Pembelajaran perlu mendorong siswa untuk mengembangkan potensinya secara
optimal.
3. Belajar dengan mengalami. pembelajaran perlu menyediakan
pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dan atau dunia kerja yang terkait
dengan penerapan konsep, kaidah dan prinsip ilmu yang dipelajari. Karena itu,
semua siswa diharapkan memperoleh pengalaman langsung melalui pengalaman
inderawi yang memungkinkan mereka memperolah informasi dari melihat, mendengar,
meraba/menjamah, mencicipi, dan mencium. Dalam hal ini, beberapa topik tidak
mungkin disediakan pengalaman nyata, guru dapat menggantikannya dengan model
atau situasi buatan dalam wujud simulasi. Jika ini juga tidak mungkin,
sebaiknya siswa dapat memperoleh pengalaman melalui alat audio-visual(dengar-pandang).
Pilihan pengalaman belajar melalui kegiatan mendengar adalah pilihan terakhir.
4. Mengembangkan keterampilan sosial,
kognitif, dan emosional. Siswa
akan lebih mudah membangun pemahaman apabila dapat mengkomunikasikan gagasannya
kepada siswa lain atau guru. Dengan kata lain, membangun pemahaman akan lebih
mudah melalui interaksi dengan lingkungan sosialnya. Interaksi memungkinkan
terjadinya perbaikan terhadap pemahaman siswa melalui diskusi, saling bertanya,
dan saling menjelaskan. Interaksi dapat ditingkatkan dengan belajar kelompok.
Penyampaian gagasan oleh siswa dapat mempertajam, memperdalam, memantapkan,
atau menyempurnakan gagasan itu karena memperoleh tanggapan dari siswa lain
atau guru. Pembelajaran perlu mendorong siswa untuk mengkomunikasikan gagasan
hasil kreasi dan temuannya kepada siswa lain, guru atau pihak-pihak lain.
Dengan demikian, pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan menghargai
perbedaan (pendapat, sikap, kemampuan, prestasi) dan berlatih untuk
bekerjasama. Artinya, pembelajaran perlu mendorong siswa untuk mengembangkan
empatinya sehingga dapat terjalin saling pengertian dengan menyelaraskan
pengetahuan dan tindakannya.
5. Mengembangkan keingintahuan,
imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan. Siswa
dilahirkan dengan memiliki rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan.
Rasa ingin tahu dan imajinasi merupakan modal dasar untuk peka, kritis,
mandiri, dan kreatif. Sementara, rasa fitrah ber-Tuhan merupakan embrio atau
cikal bakal untuk bertaqwa kepada Tuhan. Pembelajaran perlu mempertimbangkan
rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan agar setiap sesi kegiatan
pembelajaran menjadi wahana untuk memberdayakan ketiga jenis potensi ini.
6. Belajar sepanjang hayat. Siswa memerlukan kemampuan belajar
sepanjang hayat untuk bisa bertahan (survive) dan berhasil (sukses)
dalam menghadapi setiap masalah sambil menjalani proses kehidupan sehari-hari.
Karena itu, siswa memerlukan fisik dan mental yang kokoh. Pembelajaran perlu
mendorong siswa untuk dapat melihat dirinya secara positif, mengenali dirinya
baik kelebihan maupun kekurangannya untuk kemudian dapat mensyukuri apa yang
telah dianugerahkan Tuhan YME kepadanya. Demikian pula pembelajaran perlu
membekali siswa dengan keterampilan belajar, yang meliputi pengembangan rasa
percaya diri, keingintahuan, kemampuan memahami orang lain, kemampuan
berkomunikasi dan bekerjasama supaya mendorong dirinya untuk senantiasa
belajar, baik secara formal di sekolah maupun secara informal di luar kelas.
7. Perpaduan kemandirian dan kerjasama. Siswa perlu berkompetisi,
bekerjasama, dan mengembangkan solidaritasnya. Pembelajaran perlu memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan semangat berkompetisi sehat untuk
memperoleh penghargaan, bekerjasama, dan solidaritas. Pembelajaran perlu
menyediakan tugas-tugas yang memungkinkan siswa bekerja secara mandiri.
Pembelajaran IPA yang dirancang
berdasarkan syarat-syarat pembelajaran efektif di atas, pada pelaksanaannya
akan menunjukkan tingginya kemampuan pembelajaran tersebut dalam menyajikan
karakteristik atau hakikat pendidikan IPA di SD. Sebagaimana telah disinggung
di muka, karakteristik tersebut meliputi dimensi (ruang lingkup) proses ilmiah, produk ilmiah
dan sikap ilmiah. Sekedar untuk menegaskan ulang;
dimensi proses pendidikan
IPA dengan ketat menuntut guru untuk melibatkan siswa secara aktif kedalam
kegiatan-kegiatan dasar yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan. Kegiatan dasar
ini sering disebut sebagai metode ilmiah (Scienctific
Method) dan keterampilan proses.
Dimensi produk pendidikan
IPA berhubungan dengan sejumlah fakta,
data, konsep, hukum, atau teori tentang fenomena alam semesta yang harus dikuasai siswa
sebagaimana tertuang dalam kurikulum dan berbagai buku ajar pendidikan IPA.
Produk IPA membekali siswa dengan seperangkat pengetahuan dan wawasan IPA, baik
untuk kepentingan memahami peristiwa-peristiwa alam yang ditemukannya dalam
kehidupan sehari-hari, maupun sebagai dasar akademis bagi siswa dalam
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dimensi sikap merupakan
hasil internalisasi dari akumulasi pengetahuan dan pengalaman siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran IPA. Dalam penjelasan sederhana, dimensi sikap IPA
adalah cara pandang dan tindakan siswa terhadap sesuatu yang dilandasi oleh
wawasan dan pengalaman yang diperolehnya dalam pendidikan IPA. Dimensi sikap
ini sering disebut sebagai sikap ilmiah (Scientific Attitude).
Pembelajaran IPA yang efektif juga
dicirikan oleh tingginya kadar on-task (aktivitas edukatif)
dan rendahnya kadar off-task (aktivitas non-edukatif) siswa
dalam pembelajaran. Menurut Horsley (1990:42) salah satu upaya untuk
meningkatkan kadar on-task siswa adalah dengan mengembangkan kegiatan hands-on (psikomotor)
dan minds-on (kognitif-afektif) melalui sejumlah keterampilan
(skill) yang dilakukan siswa dalam kelas. Menurutnya ada empat jenis keterampilan:
keterampilan laboratorium (laboratory skills), keterampilan intelektual
(intellectual skills), keterampilan berpikir dasar (generic thinking
skills) dan keterampilan berkomunikasi (communications skills).
Keempat jenis keterampilan ini tidak lain merupakan pengelompokan dari
keterampilan proses IPA yang sudah kita kenal.
Dalam menyelenggarakan pembelajaran
IPA dengan pendekatan dan model apa pun guru harus tetap pro aktif sebagai
fasilitator; mau memonitor seberapa besar kadar on-task siswa,
seberapa banyak keterampilan dan sikap ilmiah siswa yang dapat dikembangkan,
dan sejauh mana konsep-konsep IPA dikuasai dan diimplementasikan siswa. Jika
semua itu tercapai secara optimal maka dapat dipastikan bahwa pembelajaran IPA
yang diselenggarakan guru adalah pembelajaran IPA yang efektif. Salah satu
sikap pro aktif guru adalah sejak awal berusaha memahami benar rambu-rambu
pembelajaran IPA dalam kurikulum.
Sudah disinggung sebelumnya bahwa pendekatan eklektik
adalah pendekatan yang memadukan aspek-aspek terbaik pada setiap pendekatan
manajemen kelas.Pendekatan eklektik disesuaikan dengan masalah pada kondisi
tertentu. Penggunakan berbagai macam pendekatan
yang memiliki potensi untuk dapat menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi
yang memungkinkan Proses Belajar Mengajar berjalan efektif dan efisien.
Seperti yang
sudah dipaparkan di atas menurut buku Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif (Depdiknas,
2003:5-6)) pembelajaran IPA SD yang efektif adalah yang
mencakup tujuh hal seperti yang sudah
disebutkan sebelumnya. Untuk dapat mengelola pembelajaran IPA yang efektif
dibutuhkan peran pendekatan eklektif yang merupakan penggabungan aspek-aspek
terbaik pendekatan-pendekatan yang lain.
Pada
observasi yang dilakukan penulis di SD Beringin 02 ada hal yang cukup menarik
yang dapat diangkat menjadi sebuah makalah. Ibu Sri guru kelas V sedang
mengajar IPA BAB Perubahan Sifat Benda menggunakan pendekatan eklektik dalam
mengelola kelas dan tanpa menggunakan alat peraga. Tidak
menggunakan alat peraga berarti tidak sesuai dengan ciri pembelajaran IPA yang
efektif menurut depdiknas point 3 (belajar sambil mengalami).
Pendekatan
otoriter dapat diterapkan pada pembelajaran IPA SD. Pada pembelajaran IPA yang
tanpa menggunakan alat peraga siswa akan menjadi cepat bosan dan akhirnya
mereka akan menjadi ramai sendiri. Guru mengajar dengan menggunakan aspek
terbaik pada pendekatan otoriter. Ada sekelompok siswa yang duduk di pojok
belakang kelas yang sedang ramai gurupun menegurnya dengan halus dan merekapun
dapat kembali memperhatikan pelajaran. Pembelajaranpun akan menjadi lebih
efektif.
Hampir
setiap kelas pasti ada siswa ataupun sekelompok siswa yang suka membandel. Di
kelas V SDN Beringin 02 ada sekelompok siswa perempuan yang duduk di belakang
dan suka membuat gaduh. Sikap guru yang dengan hanya menegurnya ternyata masih
dirasa belum cukup. Akhirnya guru mengambil tindakan dengan memberikan ancaman
kepada siswa tersebut. Guru tersebut mengatakan kepada siswa tersebut kalau
masih bertidak gaduh akan dilaporkan kepada orang tuanya.Siswa tersebut
akhirnya merasa takut dan kembali mengikuti pelajaran. Pendekatan intimidasi
juga perlu diterapkan karena dalam pembelajaran ipa kita mengenal dimensi
sikap. Jadi pada intinya setelah mempelajari IPA siswa akan memiliki sikap baik
dalam menanggapi lingkungan atau yang disebut juga dengan sikap ilmiah.
Sifat dasar
siswa adalah ingin bebas dan tidak suka dikekang oleh pembelajaran. Guru menggunakan pendekatan permisif untuk dapat
meningkatkan kebebasan siswa pada tingkat yang wajar. Dengan merasa bebas siswa
akan dapat membangun penetahuannya sendiri berdasarkan pembelajaran yang
diberikan oleh guru dengan menggunakan metode ceramah maupun kerja kelompok.
Penerapan kebebasan siswa akan membuat siswa menjadi lebih aktif. Pembelajaran
yang berpusat pada siswa adalah ciri pembelajaran IPA yang efektif.
Pembelajaran tersebut akan dapat mencapai sasaran dengan meningkatkan kebebasan
siswa.
Sebagian
besar siswa dalam kelas tersebut berperilaku baik. Tetapi ada sekelompok siswa
yang suka membuat kegaduahn yang menyebabkan kondisi kelas kurang kondusif. Tingkah
laku yang baik yang dimiliki oleh siswa akan lebih mudah mengefektifkan
pembelajaran IPA dan sebaliknya tingkah laku yang kurang baik juga akan
berdampak sebaliknya. Pendekatan perubahan tingkah laku menjadi solusi yang
tepat untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Prinsip utama pendekatan
perubahan tingkah laku adalah pemberian penguatan baik positif maupun negatif. ). Dengan
pendekatan perubahan tingkah laku ketiga dimensi pembelajaran IPA seperti dimensi
proses ilmiah, produk ilmiah
dan sikap ilmiah akan dapat dicapai dengan baik.
Siswa akan dapat meningkatkan pemahamannya dengan cara mengkomunikasikan
gagasannya kepada orang lain. Pengkomunikasian gagasan dapat dituangkan melalui
kegiatan saling bertanya dan saling menjelaskan. Dengan menggunakan pendekatan sosio-emosional yang diterapkan oleh guru, diharapkan siswa
dapat menyampaikan gagasannya kepada kepada orang lain. Dengan adanya tanggapan
dari siswa lain ataupun guru berarti telah terjadi proses sosialisasi yang
merupakan ciri pembelajaran IPA.
Penerapan pendekatan kerja
kelompok selalu berhubungan dengan pendekatan sosio-emosional. Kondisi sosial
antar siswa maupun guru dengan siswa yang baik akan mempermudah penerapan
pendekatan kerja kelompok secara maksimal.Dibutuhkan peran guru dalam
menciptakan kondisi yang memungkinkan sehingga tujuan utama kerja kelompok
dapat dicapai.
Pembelajaran IPA menuntut siswa untuk dapat berkompetisi, bekerjasama, dan
mengembangkan solidaritasnya. Dengan pendekatan kerja kelompok
tujuan tersebut akan lebih mudah dicapai.
Penerapan
pendekatan-pendekatan tersebut di atas tidak
dapat direncanakan sebelumnya dalam rencana pembelajaran. Pendekatan-pendekatan
tersebut hanya dapat diterapkan pada situasi dan kondisi tertentu. Dibututuhkan
kemampuan guru untuk dapat menggunakan berbagai pendekatan dan menerapkan pembelajaran
IPA yang efektif.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Guru
malaksanakan dua kegiatan pokok yaitu kegiatan mengajar dan kegiatan mengelola
kelas. Dalam menjalankan kedua kegiatan tersebut guru akan
menemui berbagai macam masalah. Untuk dapat melakukan tugasnya dengan baik sebagai
pengelola aktivitas guru
harus bekerja berdasar pada kerangka acuan pendekatan manajemen kelas. Kemampuan guru dalam memadukan
berbagai pendekatan akan sangat mempengaruhi hasil pembelajaran.
Pendekatan eklektik
adalah pendekatan yang memadukan aspek-aspek terbaik setiap pendekatan
manajemen kelas. Mengelola pembelajaran IPA bukanlah hal yang mudah karena
pembelajaran ini adalah perpaduan antara kemampuan proses, produk, dan sikap
yang tidak terdapat pada pembelajaran lain. Pendekatan eklektik perlu
diterapkan dalam pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA yang efektif menurut
Depdiknas ada tujuh point yang mana dalam pencapainnya dibutuhkan pendekatan
eklektik.
B.
Saran
Penerapan
pendekatan eklektik dalam pembelajaran IPA maupun pelajaran yang lain sudah
sangat tepat. Sudah disebutkan sebelumnya bahwa guru pasti akan menemui banyak
masalah dalam proses belajar mengajar. Guru harus mampu menggunakan suatu
pendekatan pada situasi yang tepat. Dalam mengelola pembelajaran IPA yang
efektif dibutuhkan peran aktif guru supaya tujuan yang diharapkan dapat
tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Ekosiswoyo,
Rasdi dan Rachman, Maman.2002.Manajemen
Kelas.Semarang : IKIP Semarang Press
Depdiknas.2003.Kegiatan Belajar Mengajar yang
Efektif.Jakarta:Dirjen Depdiknas
Purwanto Hadi.Geliat Pembelajaran IPA Efektif di SD.ApaKabarPSBG.htm diakses 20 Desember
2011
Krishannanto Deddy. Pembelajaran IPA yang
Efektif. Pinggiralas.htm
diakses 20 Desember 2011
Tauda. Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas . Guruku.htm diakses 19 Desember 2011
Joko.PENDEKATAN DALAM MANAJEMEN KELAS .Merah Putih
Pendidikan.htm diakses 19 Desember 2011
ABSTRAK
Guru
merupakan tenaga profesional yang sangat besar pengaruhnya
terhadap keberhasilan
pembelajaran di sekolah. Guru
sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik secara optimal. Guru malaksanakan dua kegiatan pokok
yaitu kegiatan mengajar dan kegiatan mengelola kelas. Kedua
kegiatan tersebut seharusnya dilaksanakan secara professional supaya tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Dalam kegiatan sehari-hari seorang
guru akan menghadapi kasus-kasus dalam kelasnya. Misalnya dalam hal pengaturan siswa, yang
dapat dikelompokan menjadi dua masalah, yaitu
masalah individu/perorangan dan masalah kelompok. Agar dalam
melaksanakan pengelolaan kelas secara
efektif dan tepat guna, maka guru harus rnengidentifikasikan kedua masalah tersebut, tetapi tak kalah
pentingnya dari kedua masalah tersebut adalah
masalah organisasi sekolah.
Dibutuhkan pendekatan –pendekatan yang tepat untuk menyelesaikan
masalah- masalah manajemen kelas. Tidak semua
pendekatan yang cocok untuk semua masalah dan semua kondisi. Setiap pendekatan
mempunyai tujuan dan wawasan tertentu. Dengan demikan, guru dituntut untuk
memahami berbagai pendekatan. Dengan dikuasainya berbagai pendekatan, maka guru
mempunyai banyak peluang untuk menggunakannya bahkan dapat memadukannya.
Pendekatan Elektik disebut juga dengan Pendekatan Pluralistik, yaitu Manajemen
Kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam pendekatan yang memiliki potensi
untuk dapat menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi yang memungkinkan
Proses Belajar Mengajar berjalan efektif dan efisien.
Pembelajaran IPA pada jenjang
pendidikan dasar dan
dengan menggunakan pendekatan serta model apa pun harus benar-benar efektif.
Dalam buku Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif (Depdiknas, 2003:5-6))
pembelajaran yang efektif secara umum diartikan sebagai Kegiatan Belajar
Mengajar yang memberdayakan potensi siswa (peserta didik) serta mengacu pada
pencapaian kompetensi individual masing-masing peserta didik. Ada baiknya jika
guru yang akan merancang pembelajaran IPA di SD memperhatikan tujuh ciri utama
pembelajaran efektif yang memberdayakan potensi siswa sebagaimana diuraikan
pada buku tersebut (Depdiknas, 2003:7-11).
Penerapan
pendekatan-pendekatan tersebut di atas tidak
dapat direncanakan sebelumnya dalam rencana pembelajaran. Pendekatan-pendekatan
tersebut hanya dapat diterapkan pada situasi dan kondisi tertentu. Dibututuhkan
kemampuan guru untuk dapat menggunakan berbagai pendekatan dan menerapkan
pembelajaran IPA yang efektif.